Quelle : http://www.meine-gesundheitsakademie.de/ |
''Herr Wimmel!!'', saya memanggil nama pasien tersebut, ''bitte setzen Sie sich'' (Silahkan anda duduk).
Hari ini saya mendapat pasien baru. Bukan sekedar baru, karena pasien ini adalah pasien pertama saya. Pasien pertama saya selama saya menginjakkan kaki dalam pendidikan dokter. Ya.. pada hari itu kami melakukan latihan anamnesis. Kami akan dihadapkan oleh seorang pasien yang kami belum ketahui keluhannya. Disana akan dilihat bagaimana kemampuan kami berkomunikasi dengan pasien.
Pria itu pun masuk ke ruangan praktek saya. Saya menjabat tangannya dan mempersilahkan ia duduk. Anamnesa pun dimulai..
''Ja Herr Wimmel, was kann ich für Sie tun?'' (ya Pak Wimmel, ada yang bisa saya bantu?), tanyaku pada pasien.
''Sie müssen mir helfen, Frau Doktor. Ich weiß es nicht... seit ein Paar Wochen kann ich nicht richtig schlafen... ich brauche unbedingt Ihre Hilfe'' (Anda harus membantu saya bu dokter.. Saya ga tau... sudah beberapa minggu saya tidak bisa tidur nyenyak.. Saya sangat butuh bantuan anda), keluh Pak Wimmel.
Hmmmm... jantung saya mulai berdetak tidak karuan.. Saya grogi.. 16 pasang mata sedang mengamati saya. Mengamati cara saya berkomunikasi dengan pasien. Mungkin syaraf-syaraf di otak saya saat itu sedang sibuk mengumpulkan kosakata bahasa jerman dan mencoba menyusunnya dalam sebuah kalimat. Lalu syaraf yang lain memberontak, mengeluh kenapa tidak menggunakan bahasa indonesia saja yang jauh lebih gampang. Saya pun pasrah.. jalani saja..
Saya mulai mengumpulkan data-data pasien tersebut.. Bagaimana kondisi nya ketika tertidur, sesak napas atau tidak. Apakah tidurnya terbagi-bagi sehingga ia harus terbangun di tengah malam. Pak Wimmel juga bercerita tentang pekerjaannya, bahwa ia sering mendapatkan tekanan dari bos nya. Namun ketika saya bertanya lebih dalam, ia merasa bahwa tekanan dalam pekerjaan tidak mempengaruhi kualitas tidurnya.
Seketika saya merasa sedang menjadi detektif. Seperti detektiv Conan, komik kesukaan saya. Otak saya berputar memikirkan kemungkinan lainnya. Saya melanjutkan pertanyaan mengenai situasi keluarga. Pak Wimmel bercerita bahwa dia sudah bercerai dengan istrinya. Sejak perpisahaan itu ia tidak berhubungan baik lagi dengan mantan istrinya. NAH!!! Hati saya bergembira. Ini lah sebabnya Pak Wimmel tidak bisa tidur. Ia stress atau depresi karena telah pisah dengan istrinya. Saya pun bersemangat dan bertanya lebih dalam.
''Seit wann haben Sie sich mit ihrer Frau getrennt, wenn ich wissen darf?'' (Sejak kapan anda bercerai dengan istri anda, jika saya boleh tau?) , tanyaku semangat.
''Das war schon lange her Frau Doktor, 10 Jahren..'' (Itu sudah lama bu dokter.. kira-kira 10 tahun yang lalu), jawab Pak Wimmel.
Hati saya kembali menciut. Tidaaakkkkkk...!! Ingin rasanya pergi dari ruangan ini. Bingung mencari alasan dari kesulitan tidurnya Pak Wimmel. Sayangnya saya tidak boleh melakukan hal itu. Saya meneruskan kembali anamnesa. Bertanya mengenai hubungan Pak Wimmel dengan anaknya, bertanya apakah Pak Wimmel perokok, mengkonsumsi alkohol atau gemar meminum kopi. Saya juga bertanya apakah lingkungan sekitar rumahnya berisik. Semua pertanyaan sudah saya lontarkan kepada Pak Wimmel. Dan selanjutnya saya pun terdiam. Skakmat. Resah tidak tahu harus melakukan apa..
Sampai Pak Wimmel pun kembali membuka mulutnya..
''Frau Doktor.. Ich habe aber noch Mutter.......'' (Bu dokter.. tapi saya juga masih punya ibu..), kata Pak Wimmel dengan suara pelan.
''äähhmmm..'', saya berdeham menandakan bahwa saya ingin mendengar ceritanya lebih lanjut.
Pak Wimmel pun melanjutkan ceritanya. Bercerita bahwa akhir-akhir ini sang ibu sering masuk rumah sakit. Dokter pun menyarankan agar ibunya dipindahkan ke panti jompo. Masalahnya Pak Wimmel tidak punya cukup uang untuk membiayai ibunya di panti jompo. Dan sejak saat itu Pak Wimmel sulit untuk tertidur.
Dalam hati saya ingin berterima kasih sedalam-dalamnya kepada Pak Wimmel karena telah membantu saya mendiagnosa faktor kesulitan tidurnya. Setelah itu saya pun memberikan saran-saran bagaimana agar Pak Wimmel mudah tertidur di malam hari dan selanjutnya saya kirimkan Pak Wimmel kepada ahli terapi untuk mengatasi depresinya.
Anamnesa pun selesai, diagnosa akibat depresi pun ditemukan. Saya berharap Pak Wimmel keluar ruangan praktek saya dengan perasaan yang lebih baik dari sebelumnya.
Semenjak latihan anamnesis ini.. Saya menyadari betapa sulitnya berkomunikasi dengan pasien. Betapa sulitnya jika bahasa kami tidak menyatu. Jika perasaan si dokter tidak bisa ikut mengalir bersama perasaan si pasien. Betapa sulitnya membuat pasien percaya, untuk dapat menceritakan semua keluhannya kepada dokter. Dan betapa sulitnya memahami pasien, yang datang dengan penuh harap, bahwa kita dapat membantu menyembuhkan penyakitnya..
Gießen, 11.10.2014
dua-hari-sebelum-ujian-psikologi
No comments:
Post a Comment