Yayasan Galuh didirikan oleh (alm.) Gendu Mulatip. Ia tidak tega melihat seorang gila di arak oleh anak2 di kampungnya di Bekasi. Seorang anak kemudian melempar batu kecil ke arah orang gila tersebut yang kemudian dilempar kembali olehnya hingga mengakibatkan luka. Orang tuanya yang tidak terima anaknya dilukai oleh pesakitan tersebut ingin membalas, tapi niatnya dibatalkan setelah Gendu menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya. Ia kemudian membawa orang tersebut ke rumah untuk dirawat dan akhirnya bisa disembuhkan.
Berawal dari situ Pak Gendu mulai menampung orang-orang yang memiliki penyakit jiwa. Dibantu oleh pemerintah daerah Bekasi bersama keluarga Pak Gendu, akhirnya mereka bisa menampung lebih dari 200 jiwa di tempat mereka.
Pertama kali menginjakkan kaki disana perasaan saya sangat sedih. Karena tempat tinggal mereka sangat tidak kondusif. Mereka dikumpulkan dalam satu ruangan bersama kurang lebih 20-30 orang lainnya. Mungkin juga tidur bersama dengan kotoran mereka sendiri. Saya salut terhadap Pak Gendu dan orang-orang yang ikhlas peduli terhadap mereka yang sering terlupakan ini.
Untuk orang yang tidak tahan dengan bau kotoran manusia harus siap-siap menahan napas selama memasuki wilayah yayasan galuh ini. Saya pun disambut oleh teriakan salah satu perawat, "Eh... hati-hati Mbaa.. ada pornografi disini... ayo kamu tutup dulu badannya dengan handuk!". Ternyata saat itu salah satu pasien (kira-kira berumur 35 tahun) sedang dimandikan di lapangan terbuka oleh salah satu perawat disana. Saya pun hanya bisa tertawa cekikikan melihatnya. Sejujurnya hal tersebut tidak asing lagi bagi saya. Saya sering memandikan kakek-kakek diatas usia 80 tahun sewaktu bekerja di panti jompo. Tapi ya... itu di jerman.. disini atmosfer nya mungkin berbeda :)
Lanjut naik ke lantai dua, saya disambut lagi oleh teriakan pasien di dalam krangkeng, ''Assalamualaikum! Pak Bu! saya belum mandi.. lupa.. he.. he.. he...". Beberapa pasien yang sudah sedikit sehat juga banyak yang lalu lalang disana. Pernah saya didekati salah satu Bapak, lalu dia hanya senyum-senyum depan saya. Lucu tapi juga menyeramkan :D Katanya sih.. untuk membedakan pasien yang sedikit waras dan tidak, lihat dari sandal jepitnya. Jika mereka berjalan-jalan menggunakan sandal jepit, itu artinya mereka sedikit waras :D
Di lantai dua ternyata sudah berkumpul sejumpah pasien yang ingin mengaji pada hari itu. Ruangan disini jauh lebih bersih dibanding dibawah. Ustad Yayan mulai menyapa mereka, ''Siapa yang hari ini belum mandi.. Ngakuuu!!!''. Ada yang saling menunjuk, ada yang tertawa terbahak-bahak.
Ustad Yayan memulai agenda mengaji hari itu dengan mengulang hafalan surat Al-Zalzalah. Masya Allah, saya kagum.. Mereka yang memiliki penyakit jiwa (yang memang tidak wajib untuk melakukan shalat dsb) saja semangat untuk menghafal ayat Al-Quran, bagaimana dengan kita (terutama saya) yang ''waras'' seperti ini. Meskipun banyak yang masih terbata-bata atau bahkan hanya bisa mengatakan ayat pertama dengan "ija jul jil jul", yang membuat kami tertawa, namun mereka tampak ceria dan menunjukkan semangat untuk dekat dengan Allah SWT, semangat untuk sembuh dan dapat pulang ke rumah. Lucunya lagi ketika saya membagikan roti kepada mereka, lalu ada satu orang yang nyeletuk, "Roti nya udah.. rokoknya mana??!".
Sedihnya banyak cerita yang saya dengar bahwa banyak pasien yang sudah sembuh lalu dipulangkan ke rumahnya, namun keluarga tidak mau menerima mereka. Dengan alasan membuat malu keluarga dsb. Pada akhirnya mereka memutuskan untuk tetap tinggal di Yayasan Galuh dan membantu para perawat untuk merawat teman-temannya yang masih sakit.
Alhamdulillah saya mendapatkan pelajaran baru dari sisi lain kehidupan para penderita sakit jiwa ini yang memiliki semangat tinggi.