Pages

Thursday, January 12, 2017

Kinanti yang Tertukar

Kinanti Anindhita Putri.


Sekujur tubuhku sekejap terasa membeku, diam mematung ketika nama itu disebut. Tidak, aku tidak mengenal Anindhita! Ya, tapi aku mengenal Kinanti! Orang yang belum lama hadir dalam hidupku, seakan menyambut lembaran baru kehidupanku di Jerman ini. Si „Gadis Toko Asia” ini yang telah membuat kesan sangat mendalam pada pertemuan pertama. Gadis yang selalu ceria, cerdas dan penuh energi. Melihat gerak geriknya seakan energi positiv mengalir ke semua orang yang berada disekitarnya. Ternyata dia lah gadis pujaan sahabatku Fikri.



.........juga gadis milikku.



Langit tiba-tiba terasa mendung. Laparku pun hilang bersama waktu. Aroma ayam Kanun yang menggoda tidak lagi menarik perhatianku. Tujuanku ku belokkan ke arah rumah.



"Fik, gue ga jadi ikut makan ya. Gue makan di rumah aja", ujarku lesu.


"Yah kenapa Chan.. ini mumpung ada Clara dan Anindhita, lo beneran ga mau makan bareng kita?", sahut Fikri masih dengan nada cerianya.


"Engga deh danke.. Duluan ya semua, Assalamu’alaikum!"


"Waalaikumsalam……"



Ingin rasanya ku percepat langkah beribu-ribu kali agar aku segera sampai di rumah. Aku hanya ingin menyendiri. Entah mengapa aku membenci diriku saat ini. Kenapa aku harus menghindar dari Kinanti. Anindhita.. Kinanti.. ah siapapun itu namanya.. Aku khawatir sikapku padanya begini karena seseorang, atau bahkan aku memang memiliki perasaan yang lebih? Terpikir olehku untuk menelpon seseorang yang jika aku mendengar suaranya saja sudah menenangkan hatiku.



Tut... tut....

Tut... tut...

Kutekan tombol hijau dari Handphone ku berkali-kali namun tak ada yang menjawab dari seberang sana.



Ah iya, bodohnya aku. Sekarang masih jam 1 dini hari di Indonesia. Ibu pasti masih terlelap di atas kasurnya, biar aku tunggu sampai ibu terbangun untuk menunaikan shalat  malamnya. Sementara itu hatiku masih kalut. Aku mencoba berdamai dengan diriku sendiri. Ku buka kumpulan foto-foto 6 tahun lalu yang ada di laptopku. Kupandangi satu persatu setiap foto yang terpampang di layar laptop.  Tampak atmosfer kebahagian mengalir dari seseorang dalam foto-foto ini kedalam diriku. Tak menduga air matapun perlahan menetes dari sudut mataku.



Pukul 02.30 WIB


Tut... Tut...


"Assalamu’alaikum Ibu.. Ibu sudah bangun?"


"Waalikumsalam Nak.. sudah.. ada apa ko kamu tumben telfon Ibu dini hari begini? Kamu baik-baik aja?"


"Alhamdulillah Chandra sehat ko Bu.. Maaf ya Chandra telfon Ibu jam segini, Chandra lupa disana masih dini hari."


"Gapapa.. ada apa? Ayo cerita sama Ibu.."


"Chandra kangen sama Rahmawati Bu……………………….", ujarku dengan suara lirih.



Akhirnya malam itu pun menjadi sesi curhat antara aku dan Ibu. Dengan perlahan aku ceritakan kepada Ibu apa yang terjadi padaku beberapa hari terakhir ini. Bahwa aku bertemu seorang gadis bernama Kinanti. Sosok yang memang baru ku kenal, meskipun memori dan hati ku berkata lain. Berawal dari peristiwa toko asia, pembicaraan di Trem, cerita Fikri dan semua yang ada dalam benakku tentang Kinanti, aku coba luapkan pada Ibu.



“Wajah Kinanti yang sangat lugu dan jujur mengingatkan Chandra pada dek Rahma. Chandra jadi inget satu kejadian. Ibu inget ga, pas dulu kita mau bikin surprise untuk ulangtahun ayah ke 53? Dengan polosnya dek Rahma membocorkan rencana kita sampe akhirnya surprise pun gagal dan ayah tertawa kegirangan.”



“Kinanti juga punya lesung pipit dan pipi yang kemerah-merahan persis seperti dek Rahma. Pokoknya sosoknya, sikapnya dan cara bicaranya semuanyaa benar-benar mengingatkan Chandra sama dek Rahma. Kalo aja dia masih hidup mungkin dia akan tumbuh menjadi gadis cantik seperti Kinanti ya Bu…“



“Setiap bertemu Kinanti, muncul perasaan Chandra ingin selalu ada didekatnya dan melindunginya. Karena Chandra melihat ada sosok dek Rahma dalam dirinya. Chandra ga mau kejadian itu terulang kedua kalinya. Ini semua salah Chandra Bu.. Ini semua salah Chandra.........“ ujarku terisak.



“Chandra yang paling bertanggung jawab atas kematian dek Rahma..  Ibu.. kalo aja saat kecelakaan itu Chandra ada di dekat dek Rahma, pasti dek Rahma ga akan…………….“



“Sssst… Sudah Nak sudah… mau sampai kapan kamu merasa bersalah seperti ini. Kehidupan dan kematian itu sudah ada yang mengatur. Kamu masih ingat pesan Ibu?“



"Dalam setiap memutuskan urusan setiap hamba-hamba-Nya, Tuhan selalu memiliki alasan yang seringkali Ia sembunyikan, yang baru Ia beritahu kepada kita suatu hari nanti. Ada alasan mengapa kita dipertemukan dengan seseorang. Ada alasan mengapa kita dipisahkan dengan seseorang. Mengapa kita diizinkan memiliki. Mengapa kita dibiarkan kehilangan. Pun alasan mengapa kita ditakdirkan berjalan hingga ke tempat yang jauh. Tuhan selalu punya alasan. Dan alasan itu selalu baik. Tugas kita hanya berbaik sangka atas setiap keputusan-keputusan itu, karena kita tidak tahu, sementara Allah Maha Tahu. Ia Maha Adil. Dan Ia akan selalu menjaga keseimbangan yang ada di dunia."



Ibu mengulang pesannya.. pesan yang belum lama juga aku sampaikan pada Kinanti di Trem tempo lalu.


Sungguh.. suara Ibu yang halus di sebrang sana membuat hatiku yang kalut perlahan-lahan menjadi tenang..



“Sudah ya Nak, jangan terus merasa seperti ini. Sampai-sampai kamu memandang sosok Kinanti sebagai dek Rahma.. Mungkin kamu bisa menyayangi sosok Kinanti seperti kamu menyangi dek Rahma, namun dengan cara yang berbeda. Ya toh….?“, goda ibu padaku.



“Ah ibu… jadi kapan dek Laras menikah? Bilangin calonnya harus menghadap Chandra dulu ya!!“, tegasku mengalihkan pembicaraan.



---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------



Sementara itu di waktu yang sama, di kota yang sama.


Seorang gadis duduk termenung menatap rembulan yang malam itu bersinar lebih terang dari biasanya. Seakan ingin terus menemani malam sang gadis.


“Kenapa ya ko tadi Mas itu pergi gitu aja… “


“Padahal aku senang sekali melihatnya. Tak sabar menunggu kalimat motivasi-motivasi lain yang aku dapat darinya.“


“Belum juga ku bayar hutangku padanya.“




Tak lama kemudian Handphone si gadis pun berbunyi. Nomor tak dikenal.

"Hallo... wer ist das?" tanya Kinanti ragu.
"Hallo... siapa ini?"




Gießen, 12.01.2017



---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


#Menalifiksi adalah sebuah antologi cerita pendek karya anggota Forum Lingkar Pena Jerman. Ini adalah cerita kedua atau yang kami sebut simpul kedua.



#Menalifiksi FLP Jerman simpul kedua


1. Kehilangan – Dida Hayaza
2. Seseorang  – Dieni Rachmawati
3. Gadis Toko Asia –  Achmad Lutfi
4. Chandra, Kinanti  – Tyas Mekar Sari
5. Prasangka – Nirmanita Kartikarini
6. Anindhita? – Syarifah Faradiba
7. Kinanti yang Tertukar - Syifa Maisani Lestari

4 comments:

  1. Kirana itu siapa kak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe itu saya salah ketik, maksudnya Kinanti. Tapi sudah di edit ko :'D

      Delete
  2. Duh lupa. Kereeen kak Syif! Ga sabar nunggu simpul selanjutnyaaa nanti bikin novel yaa!

    ReplyDelete