Kinanti Anindhita Putri.
Sekujur tubuhku sekejap terasa
membeku, diam mematung ketika nama itu disebut. Tidak, aku tidak mengenal
Anindhita! Ya, tapi aku mengenal Kinanti! Orang yang belum lama hadir dalam
hidupku, seakan menyambut lembaran baru kehidupanku di Jerman ini. Si „Gadis Toko Asia” ini yang telah
membuat kesan sangat mendalam pada pertemuan pertama. Gadis yang selalu ceria,
cerdas dan penuh energi. Melihat gerak geriknya seakan energi positiv mengalir
ke semua orang yang berada disekitarnya. Ternyata dia lah gadis pujaan
sahabatku Fikri.
.........juga gadis milikku.
Langit tiba-tiba terasa mendung. Laparku pun hilang
bersama waktu. Aroma ayam Kanun yang menggoda tidak lagi menarik perhatianku.
Tujuanku ku belokkan ke arah rumah.
"Fik, gue ga jadi ikut makan ya. Gue
makan di rumah aja", ujarku lesu.
"Yah kenapa Chan.. ini mumpung
ada Clara dan Anindhita, lo beneran ga mau makan bareng kita?", sahut Fikri masih dengan nada cerianya.
"Engga deh danke.. Duluan ya
semua, Assalamu’alaikum!"
"Waalaikumsalam……"
Ingin rasanya ku percepat langkah
beribu-ribu kali agar aku segera sampai di rumah. Aku hanya ingin menyendiri.
Entah mengapa aku membenci diriku saat ini. Kenapa aku harus menghindar dari
Kinanti. Anindhita.. Kinanti.. ah siapapun itu namanya.. Aku khawatir sikapku padanya begini karena seseorang, atau bahkan aku memang memiliki perasaan yang lebih? Terpikir olehku untuk menelpon seseorang yang jika aku mendengar suaranya saja sudah menenangkan hatiku.
Tut... tut....
Tut... tut...
Kutekan tombol hijau dari Handphone ku berkali-kali namun tak ada
yang menjawab dari seberang sana.
Ah iya, bodohnya aku. Sekarang
masih jam 1 dini hari di Indonesia. Ibu pasti masih terlelap di atas kasurnya,
biar aku tunggu sampai ibu terbangun untuk menunaikan shalat malamnya. Sementara
itu hatiku masih kalut. Aku mencoba berdamai dengan diriku sendiri. Ku buka
kumpulan foto-foto 6 tahun lalu yang ada di laptopku. Kupandangi satu persatu setiap foto yang
terpampang di layar laptop. Tampak
atmosfer kebahagian mengalir dari seseorang dalam foto-foto ini kedalam diriku. Tak
menduga air matapun perlahan menetes dari sudut mataku.
Pukul 02.30 WIB
Tut... Tut...
"Assalamu’alaikum Ibu.. Ibu sudah
bangun?"
"Waalikumsalam Nak.. sudah.. ada
apa ko kamu tumben telfon Ibu dini hari begini? Kamu baik-baik aja?"
"Alhamdulillah Chandra sehat ko
Bu.. Maaf ya Chandra telfon Ibu jam segini, Chandra lupa disana masih dini
hari."
"Gapapa.. ada apa? Ayo cerita sama Ibu.."
"Chandra kangen sama Rahmawati Bu……………………….",
ujarku dengan suara lirih.
Akhirnya malam itu pun menjadi sesi curhat
antara aku dan Ibu. Dengan perlahan aku ceritakan kepada Ibu apa yang terjadi
padaku beberapa hari terakhir ini. Bahwa aku bertemu seorang gadis bernama
Kinanti. Sosok yang memang baru ku kenal, meskipun memori dan hati ku berkata
lain. Berawal dari peristiwa toko asia, pembicaraan di Trem, cerita Fikri dan
semua yang ada dalam benakku tentang Kinanti, aku coba luapkan pada
Ibu.
“Wajah Kinanti yang sangat lugu
dan jujur mengingatkan Chandra pada dek Rahma. Chandra jadi inget satu
kejadian. Ibu inget ga, pas dulu kita mau bikin surprise untuk ulangtahun ayah
ke 53? Dengan polosnya dek Rahma membocorkan rencana kita sampe akhirnya
surprise pun gagal dan ayah tertawa kegirangan.”
“Kinanti juga punya lesung pipit
dan pipi yang kemerah-merahan persis seperti dek Rahma. Pokoknya sosoknya,
sikapnya dan cara bicaranya semuanyaa benar-benar mengingatkan Chandra sama dek
Rahma. Kalo aja dia masih hidup mungkin dia akan tumbuh menjadi gadis cantik
seperti Kinanti ya Bu…“
“Setiap bertemu Kinanti, muncul
perasaan Chandra ingin selalu ada didekatnya dan melindunginya. Karena Chandra melihat
ada sosok dek Rahma dalam dirinya. Chandra ga mau kejadian itu terulang kedua
kalinya. Ini semua salah Chandra Bu.. Ini semua salah Chandra.........“ ujarku
terisak.
“Chandra yang paling bertanggung
jawab atas kematian dek Rahma.. Ibu..
kalo aja saat kecelakaan itu Chandra ada di dekat dek Rahma, pasti dek Rahma ga
akan…………….“
“Sssst… Sudah Nak sudah… mau
sampai kapan kamu merasa bersalah seperti ini. Kehidupan dan kematian itu sudah
ada yang mengatur. Kamu masih ingat pesan Ibu?“
"Dalam setiap memutuskan urusan setiap hamba-hamba-Nya, Tuhan selalu memiliki alasan yang seringkali Ia sembunyikan, yang baru Ia beritahu kepada kita suatu hari nanti. Ada alasan mengapa kita dipertemukan dengan seseorang. Ada alasan mengapa kita dipisahkan dengan seseorang. Mengapa kita diizinkan memiliki. Mengapa kita dibiarkan kehilangan. Pun alasan mengapa kita ditakdirkan berjalan hingga ke tempat yang jauh. Tuhan selalu punya alasan. Dan alasan itu selalu baik. Tugas kita hanya berbaik sangka atas setiap keputusan-keputusan itu, karena kita tidak tahu, sementara Allah Maha Tahu. Ia Maha Adil. Dan Ia akan selalu menjaga keseimbangan yang ada di dunia."
Ibu mengulang pesannya.. pesan
yang belum lama juga aku sampaikan pada Kinanti di Trem tempo lalu.
Sungguh.. suara Ibu yang halus di
sebrang sana membuat hatiku yang kalut perlahan-lahan menjadi tenang..
“Sudah ya Nak, jangan terus
merasa seperti ini. Sampai-sampai kamu memandang sosok Kinanti sebagai dek Rahma..
Mungkin kamu bisa menyayangi sosok Kinanti seperti kamu menyangi dek Rahma,
namun dengan cara yang berbeda. Ya toh….?“, goda ibu padaku.
“Ah ibu… jadi kapan dek Laras
menikah? Bilangin calonnya harus menghadap Chandra dulu ya!!“, tegasku
mengalihkan pembicaraan.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sementara itu di waktu yang sama,
di kota yang sama.
Seorang gadis duduk termenung
menatap rembulan yang malam itu bersinar lebih terang dari biasanya. Seakan
ingin terus menemani malam sang gadis.
“Kenapa ya ko tadi Mas itu pergi
gitu aja… “
“Padahal aku senang sekali
melihatnya. Tak sabar menunggu kalimat motivasi-motivasi lain yang aku dapat
darinya.“
“Belum juga ku bayar hutangku
padanya.“
Tak lama kemudian Handphone si gadis pun berbunyi. Nomor tak dikenal.
"Hallo... wer ist das?" tanya Kinanti ragu.
"Hallo... siapa ini?"
Gießen, 12.01.2017
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tak lama kemudian Handphone si gadis pun berbunyi. Nomor tak dikenal.
"Hallo... wer ist das?" tanya Kinanti ragu.
"Hallo... siapa ini?"
Gießen, 12.01.2017
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
#Menalifiksi adalah sebuah
antologi cerita pendek karya anggota Forum Lingkar Pena Jerman. Ini adalah
cerita kedua atau yang kami sebut simpul kedua.
#Menalifiksi FLP Jerman simpul
kedua
1. Kehilangan – Dida Hayaza
2. Seseorang – Dieni Rachmawati
3. Gadis Toko Asia – Achmad Lutfi
4. Chandra, Kinanti – Tyas Mekar Sari
5. Prasangka – Nirmanita
Kartikarini
6. Anindhita? – Syarifah Faradiba
7. Kinanti yang Tertukar - Syifa Maisani Lestari