Pages

Wednesday, May 24, 2017

Nikmat & Syukur (1) - Kejangan


Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?


Kalimat ini mungkin sangat familiar dikalangan anak muda, terutama yang beragama islam. Biasa dikutip dalam tulisan, wadah diskusi atau sekedar sebagai caption foto makanan di media sosial :D Di balik itu semua, kalimat ini ternyata adalah firman Allah SWT yang tercantum dalam surat Ar-Rahman. Jika kita membaca artinya saja, tanpa mempelajari tafsirnya, mentadaburinya, sudah jelas dalam surat tersebut tercantum contoh nikmat-nikmat yang telah Sang Pencipta berikan, baik kita pernah sadari atau tidak, pernah mensyukurinya atau tidak.

Tema ‚Nikmat‘ dan ‚Syukur‘ ini akhirnya memberikan saya ilham untuk menulis lagi J Dengan tema yang khusus yaitu mengenai nikmat sehat. Tujuannya sederhana, agar kita (terutama saya pribadi) bisa lebih menyadari dan mensyukuri segala hal sekecil apapun yang sudah Allah SWT berikan, terlebih dari sisi kehidupan orang lain yang saya pelajari selama menjadi mahasiswa kedokteran.

Bahasan kali ini mengenai Krampfanfall - Seizure - atau Kejangan (sering juga dikenal sebagai epilepsi, ayan) dalam bahasa indonesia. Jika melihat orang yang tiba-tiba mengalami kejang di tempat umum, pada umumnya orang akan menyangka bahwa orang yang kejang tersebut dalam kondisi sakaratul maut. Tubuh yang kejang, badan yang seketika kaku, bola mata yang mengarah ke atas, mulut berbusa dan banyak contoh lainnya. Namun dalam hitungan detik atau menit bisa sadar kembali seperti kondisi awal. Kejangan terjadi akibat reaksi syaraf pusat yang berlebihan secara spontan. Serangan ini dapat bersifat umum atau juga lokal, hanya menyerang bagian-bagian syaraf pusat tertentu saja. 

Masih ingatkah kita tentang cerita seorang wanita teladan di zaman Rasulullah SAW yang teguh menjaga auratnya?  

Dikisahkan oleh Atha’ ibn Abu Rabah, beliau menuturkan : “Ibnu Abbas r.a berkata kepadaku, ‘Maukah aku tunjukkan padamu salah seorang wanita penghuni syurga? ‘Aku menjawab, ‘Ya, tentu saja.” Lalu ia berkata, ‘Dialah wanita berkulit hitam yang pernah menemui Rasulullah SAW dan berkata, ‘Aku menderita penyakit ayan dan auratku terbuka karenanya. Karena itu mohonkanlah kepada Allah untuk kesembuhanku.

Rasulullah SAW menjawab, “Bila engkau sanggup, aku sarankan untuk bersabar menjalaninya, karena itu akan berbalas syurga. Namun bila engkau tetap menghendaki kesembuhan itu, aku akan mendoakan agar Allah menyembuhkan-mu.”. Maka wanita itu berkata, “Sebenarnya aku memilih untuk bersabar, tetapi auratku sering tersingkap karenanya. Karena itu doakanlah agar aku tidak seperti itu lagi (terbuka auratnya).” Lantas beliau pun mendoakannya.”

Terlepas dari hikmah cerita diatas mengenai kesabaran dan ketabahan yang dimiliki wanita tersebut, perlu kita sadari bahwa serangan kejangan ini tidak dapat dikontrol oleh penderitanya. Pernah kah terpikir, bagaimana jika kondisi tersebut terjadi pada diri kita? Bukan keinginan kita, dengan sekejap terbuka auratnya di tempat umum dan dilihat oleh banyak pasang mata.

Cerita lainnya mengenai seorang wanita yang mendapat serangan kejangan ketika sedang memasak di dapur. Wanita tersebut kehilangan fungsi motoriknya dalam beberapa detik dan dengan spontan menjatuhkan wajahnya ke dalam panci mendidih yang sedang ia masak. Keluarganya pun langsung membawanya ke rumah sakit akibat luka mendidih yang mengenai wajahnya.

Jika kejangan ini mengenai syaraf pusat penglihatan di bagian okzipital, orang akan mengalami kesulitan melihat, banyak cahaya dan blitz sekaligus yang datang pada matanya. Bagaimana jika ini terjadi ketika sedang bekerja? Orang juga bisa mendadak berbicara gagap, berbicara tanpa artikulasi yang benar jika kejangan menyerang bagian pusat bicara. Bayangkan jika hal ini terjadi ketika sedang wawancara melamar pekerjaan? Bisa merasa tiba-tiba kesemutan atau tertusuk dengan intensitas yang tinggi, rasa panas atau dingin pada tubuh yang berlebihan, jika kejangan ini menyerang bagian sensibilitas pada syaraf pusat. Atau bahkan jika menyerang bagian pusat ingatan - Hippocampus -, pasien bisa berlaku aneh dan bercerita sesuatu hal seakan pernah dialaminya, yang pada kenyataannya tidak pernah terjadi sama sekali.

Bayangkan rasanya menjadi orang-orang yang menderita penyakit ini. Mereka mungkin tidak dapat hidup tenang. Diliputi rasa takut yang besar karena tidak bisa memprediksi kapan kejangan itu akan datang. Di Jerman, orang dengan risiko tinggi kejangan seperti ini dilarang menyetir mobil, mungkin juga tidak bisa mendapatkan SIM selama risiko munculnya serangan tersebut masih tinggi. Mereka juga tidak boleh melakukan aktivitas berenang, untuk mencegah risiko tenggelam jika kejangan menyerang saat berenang.

Dan sekarang bayangkan nikmat apa yang sudah kita miliki.. Bayangkan hidup yang kita jalani sampai detik ini, aktivitas yang dilakukan sampai hari ini, apakah sangat terbatas dan dihantui rasa takut terhadap sesuatu? Apakah kita bisa mengontrol semua tindakan kita, gerakan tubuh kita, seperti yang kita inginkan? Tanpa perlu memikirkan berjuta kenikmatan lainnya yang sudah Allah SWT karuniakan kepada kita, sudahkah kita bersyukur atas nikmat yang kita miliki dan bersyukur tidak mengalami hal-hal seperti yang dialami saudara-saudara kita, para penderita penyakit tersebut?


Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS Ibrahim 7)


Gießen, 28. Syaban 1438
sambil-menunggu-datangnya-bulan-suci-Ramadhan

Thursday, February 9, 2017

Lupa (Daftar) Ujian?

''Syif.. hasil ujian Dermataologie udah keluar ya?''

''Iya.. lo lulus ga?''

''Hehe..... gue dapet email dari Dekanat, karena lupa daftar ujian. Jadi ujian gue yang ditulis kemaren ga keitung.''

''Laaahhh.. kebiasan deh!! dateng lah ke Dekanat, mohon-mohon biar diitung, jadi lo gausah nulis ulang.''

''Biarin aja lah... tinggal nulis ulang, ga masalah.''

*lalu saya bengong ko bisa-bisa nya dia santai begitu*


---------------------------------------------------------



''Gue pasrah aja deh sama ujian yang sekarang, gue ga sempet belajar farmakologi sama sekali. Gue salah liat tanggal sih,  dikira ujiannya baru hari Jumat.''



---------------------------------------------------------



''Syifa ambil semua ujian semester ini?''

''Iya, ambil aja lah. Semoga lulus semua, kan enak jadi liburan ga usah belajar sama sekali. Tinggal fokus bikin makalah sama praktikum.''

''Gue juga pengennya gitu.. tapi gue lupa daftar ujian Ortopedi, mana pendaftarannya udah tutup lagi.''

''Hmmm.. tapi ga lupa daftar ujian Chirurgi kan? ujiannya senin ini, lebih dulu dari Ortopedi.''

''Hah yg bener???!!! Kalo gitu gue kelewatan dua ujian dong!!!''

''Emangnya kenapa ga dari awal daftarin aja semua ujian.. kalo ga siap, tinggal batalin lagi.''

''Ga mau... takut lupa batalin, terus gue nulis tanpa persiapan lagi.''

''Ya kalo sekarang jadinya, udah persiapan tapi ga bisa nulis karena belum daftar kan?!''



---------------------------------------------------------


Lupa (daftar) ujian.

Cerita diatas cuma sepenggal dialog antara saya dengan tiga teman yang berbeda. Kenapa saya pengen bahas tema ini? Pertama, karena saya suntuk entah kenapa belajar ga bisa konsentrasi. Jadi yaa nulis aja hehe. Kedua, karena salah satu dialog baru terjadi tadi pagi sebelum kita ujian farmakologi. Ketiga, karena ini passiert immer wieder.

Menurut saya, lupa (daftar) ujian itu adalah kecerobohan yang amat sangat fatal. Gimana ga fatal, udah belajar tapi ga bisa nulis ujian. Emang sih kita belajar bukan hanya untuk ujian, melainkan juga untuk di dunia kerja nanti. Cuma kan tetep aja. Untuk kuliah kedokteran (mungkin juga jurusan lain) kita perlu mengulang-ulang terus tema yang akan diujikan biar nanti pas nulis ga ngeblank. Lagipula efeknya bisa berkepanjangan.. Kalo lupa daftarnya banyak, otomatis ujian yang harus digeser ke Termin berikutnya semakin banyak. Sementara kita bakal masuk ke semester baru. Ga jarang ada temen yang jadinya kewalahan saking numpuknya utang ujian. Akhirnya ambil jalan lain yaitu mundur satu atau dua semester. 

Sayang banget kan? Apalagi kita sebagai mahasiswa asing, yang selalu ditagih sama Ausländerbehörde - Kapan Anda lulus?! - bakal terus dikontrol kuliahnya sama mereka. Belum lagi buat kita-kita yang kuliah sambil kerja. Kalo harus mundur beberapa semester, berarti banting tulang kuliah sambil kerjanya harus diperpanjang lagi waktunya. Lebih lama lagi. Masih kuat?

Nah.. ayo deh kita coba minimalisir kecerobohan kecil yang bisa berakibat besar, seperti yang saya singgung ini. Caranya gimana? Kalo saya pribadi cuma punya satu solusi, yaitu atur Plan dengan baik.


1. Buku Agenda

Orang Jerman itu terkenal sangat terencana. Mau ajak main juga harus bikin janji dulu. Sebagian besar yang saya temui juga pasti punya buku agenda tahunan masing-masing seperti di gambar ini. Buku agendanya juga bentuknya bermacam. Dari yang ukuran normal sampai yang pas masuk saku dan gampang dibawa kemana-mana. 

Saya pernah peinlich banget, ketika lagi kumpul dengan teman-teman mahasiswa. Kita kumpul untuk bagi jadwal kerja selama satu bulan kedepan. Semuanya sudah siap mencatat waktu kerja masing-masing dalam agenda cantiknya, dan saya sibuk menyobek kertas dari buku kuliah saya karena dulu ga punya buku agenda seperti itu :'')

Nah, bisa nih kita coba tulis waktu-waktu penting di agenda ini. Misalnya jadwal ujian semester, kapan terakhir daftar ujian, kapan paling lambat bayar semesteran, kapan harus perpanjang buku perpus. Sampe rencana-rencana kecil misalnya ''Selasa janji buatin bakso'' atau apalah hehe.


2. Mobile Text Reminders







Wie es funktioniert, sag das Gerät selber. Udah pada tau lah ya gimana pakenya.. :D















3. Basteln Agenda Sendiri 




Kalo yang ini cara paling konvensional yang saya gunain. Maaf ada bebeknya di foto hehe. Es hat mir aber wirklich geholfen. Saya paling suka cara ini, karena saya jadi punya Übersicht atau bayangan di semester tersebut saya mau gimana, mau belajar santai atau belajar serius, mau ambil kerja parttime atau harus fokus belajar. Maksudnya gimana? Jadi misalnya saya bikin agenda untuk semester ini, dari Oktober 2016 sampai Februari 2017. Lalu saya tandai sejak awal waktu-waktu ujian saya. Terus diliat,  ''Oh ternyata di Februari cuma punya satu minggu free, setelahnya harus berjuang untuk ujian 7 mata pelajaran. Jadi kurang lebih dari awal Desember 2016 udah mulai belajar. Pertengahan Januari 2017 udah harus selesai semua materi, jadi di 2 minggu sisanya tinggal mengulang.''


Yang bikin makin ''mantap'' adalah, saya tempel jadwal ini di depan meja belajar. Jadi ya otomatis diliat terus tiap hari. Jadi kemungkinannya sedikiiiiit banget untuk bisa lupa daftar ujian, lupa kapan ujian, bayar tagihan ini itu dsb. Akan ngebantu banget buat proses persiapan ujian juga, jadinya am Ende ga harus SKS (Sistem Kebut Semalam.) Hitung-hitung belajar biar ga men-dzalimi tubuh sendiri juga, karena ga harus memforsis belajar hehe :)


Segitu dulu mungkin ya ide-ide dari saya untuk meminimalisir kecerobohan kita di dunia-mahasiswa-dalam-mempersiapkan-ujian. Sekalian jadi belajar juga untuk menjaga waktu, biar punya karakter Harishun 'ala Waqtihi (pandai menjaga waktu) dalam diri kita. Meskipun agak telat ya kayaknya, karena sebagian besar udah mulai liburan semester. Semoga tetap bermanfaat dan mohon doanya untuk kelancaran 6 ujian saya yang akan datang ;) Wassalamu'alaikum!






Gießen, 12 Jumadil Awal 1438
Jumuah Mubarak and have a wonderful day insyaAllah!



Thursday, January 12, 2017

Kinanti yang Tertukar

Kinanti Anindhita Putri.


Sekujur tubuhku sekejap terasa membeku, diam mematung ketika nama itu disebut. Tidak, aku tidak mengenal Anindhita! Ya, tapi aku mengenal Kinanti! Orang yang belum lama hadir dalam hidupku, seakan menyambut lembaran baru kehidupanku di Jerman ini. Si „Gadis Toko Asia” ini yang telah membuat kesan sangat mendalam pada pertemuan pertama. Gadis yang selalu ceria, cerdas dan penuh energi. Melihat gerak geriknya seakan energi positiv mengalir ke semua orang yang berada disekitarnya. Ternyata dia lah gadis pujaan sahabatku Fikri.



.........juga gadis milikku.



Langit tiba-tiba terasa mendung. Laparku pun hilang bersama waktu. Aroma ayam Kanun yang menggoda tidak lagi menarik perhatianku. Tujuanku ku belokkan ke arah rumah.



"Fik, gue ga jadi ikut makan ya. Gue makan di rumah aja", ujarku lesu.


"Yah kenapa Chan.. ini mumpung ada Clara dan Anindhita, lo beneran ga mau makan bareng kita?", sahut Fikri masih dengan nada cerianya.


"Engga deh danke.. Duluan ya semua, Assalamu’alaikum!"


"Waalaikumsalam……"



Ingin rasanya ku percepat langkah beribu-ribu kali agar aku segera sampai di rumah. Aku hanya ingin menyendiri. Entah mengapa aku membenci diriku saat ini. Kenapa aku harus menghindar dari Kinanti. Anindhita.. Kinanti.. ah siapapun itu namanya.. Aku khawatir sikapku padanya begini karena seseorang, atau bahkan aku memang memiliki perasaan yang lebih? Terpikir olehku untuk menelpon seseorang yang jika aku mendengar suaranya saja sudah menenangkan hatiku.



Tut... tut....

Tut... tut...

Kutekan tombol hijau dari Handphone ku berkali-kali namun tak ada yang menjawab dari seberang sana.



Ah iya, bodohnya aku. Sekarang masih jam 1 dini hari di Indonesia. Ibu pasti masih terlelap di atas kasurnya, biar aku tunggu sampai ibu terbangun untuk menunaikan shalat  malamnya. Sementara itu hatiku masih kalut. Aku mencoba berdamai dengan diriku sendiri. Ku buka kumpulan foto-foto 6 tahun lalu yang ada di laptopku. Kupandangi satu persatu setiap foto yang terpampang di layar laptop.  Tampak atmosfer kebahagian mengalir dari seseorang dalam foto-foto ini kedalam diriku. Tak menduga air matapun perlahan menetes dari sudut mataku.



Pukul 02.30 WIB


Tut... Tut...


"Assalamu’alaikum Ibu.. Ibu sudah bangun?"


"Waalikumsalam Nak.. sudah.. ada apa ko kamu tumben telfon Ibu dini hari begini? Kamu baik-baik aja?"


"Alhamdulillah Chandra sehat ko Bu.. Maaf ya Chandra telfon Ibu jam segini, Chandra lupa disana masih dini hari."


"Gapapa.. ada apa? Ayo cerita sama Ibu.."


"Chandra kangen sama Rahmawati Bu……………………….", ujarku dengan suara lirih.



Akhirnya malam itu pun menjadi sesi curhat antara aku dan Ibu. Dengan perlahan aku ceritakan kepada Ibu apa yang terjadi padaku beberapa hari terakhir ini. Bahwa aku bertemu seorang gadis bernama Kinanti. Sosok yang memang baru ku kenal, meskipun memori dan hati ku berkata lain. Berawal dari peristiwa toko asia, pembicaraan di Trem, cerita Fikri dan semua yang ada dalam benakku tentang Kinanti, aku coba luapkan pada Ibu.



“Wajah Kinanti yang sangat lugu dan jujur mengingatkan Chandra pada dek Rahma. Chandra jadi inget satu kejadian. Ibu inget ga, pas dulu kita mau bikin surprise untuk ulangtahun ayah ke 53? Dengan polosnya dek Rahma membocorkan rencana kita sampe akhirnya surprise pun gagal dan ayah tertawa kegirangan.”



“Kinanti juga punya lesung pipit dan pipi yang kemerah-merahan persis seperti dek Rahma. Pokoknya sosoknya, sikapnya dan cara bicaranya semuanyaa benar-benar mengingatkan Chandra sama dek Rahma. Kalo aja dia masih hidup mungkin dia akan tumbuh menjadi gadis cantik seperti Kinanti ya Bu…“



“Setiap bertemu Kinanti, muncul perasaan Chandra ingin selalu ada didekatnya dan melindunginya. Karena Chandra melihat ada sosok dek Rahma dalam dirinya. Chandra ga mau kejadian itu terulang kedua kalinya. Ini semua salah Chandra Bu.. Ini semua salah Chandra.........“ ujarku terisak.



“Chandra yang paling bertanggung jawab atas kematian dek Rahma..  Ibu.. kalo aja saat kecelakaan itu Chandra ada di dekat dek Rahma, pasti dek Rahma ga akan…………….“



“Sssst… Sudah Nak sudah… mau sampai kapan kamu merasa bersalah seperti ini. Kehidupan dan kematian itu sudah ada yang mengatur. Kamu masih ingat pesan Ibu?“



"Dalam setiap memutuskan urusan setiap hamba-hamba-Nya, Tuhan selalu memiliki alasan yang seringkali Ia sembunyikan, yang baru Ia beritahu kepada kita suatu hari nanti. Ada alasan mengapa kita dipertemukan dengan seseorang. Ada alasan mengapa kita dipisahkan dengan seseorang. Mengapa kita diizinkan memiliki. Mengapa kita dibiarkan kehilangan. Pun alasan mengapa kita ditakdirkan berjalan hingga ke tempat yang jauh. Tuhan selalu punya alasan. Dan alasan itu selalu baik. Tugas kita hanya berbaik sangka atas setiap keputusan-keputusan itu, karena kita tidak tahu, sementara Allah Maha Tahu. Ia Maha Adil. Dan Ia akan selalu menjaga keseimbangan yang ada di dunia."



Ibu mengulang pesannya.. pesan yang belum lama juga aku sampaikan pada Kinanti di Trem tempo lalu.


Sungguh.. suara Ibu yang halus di sebrang sana membuat hatiku yang kalut perlahan-lahan menjadi tenang..



“Sudah ya Nak, jangan terus merasa seperti ini. Sampai-sampai kamu memandang sosok Kinanti sebagai dek Rahma.. Mungkin kamu bisa menyayangi sosok Kinanti seperti kamu menyangi dek Rahma, namun dengan cara yang berbeda. Ya toh….?“, goda ibu padaku.



“Ah ibu… jadi kapan dek Laras menikah? Bilangin calonnya harus menghadap Chandra dulu ya!!“, tegasku mengalihkan pembicaraan.



---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------



Sementara itu di waktu yang sama, di kota yang sama.


Seorang gadis duduk termenung menatap rembulan yang malam itu bersinar lebih terang dari biasanya. Seakan ingin terus menemani malam sang gadis.


“Kenapa ya ko tadi Mas itu pergi gitu aja… “


“Padahal aku senang sekali melihatnya. Tak sabar menunggu kalimat motivasi-motivasi lain yang aku dapat darinya.“


“Belum juga ku bayar hutangku padanya.“




Tak lama kemudian Handphone si gadis pun berbunyi. Nomor tak dikenal.

"Hallo... wer ist das?" tanya Kinanti ragu.
"Hallo... siapa ini?"




Gießen, 12.01.2017



---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


#Menalifiksi adalah sebuah antologi cerita pendek karya anggota Forum Lingkar Pena Jerman. Ini adalah cerita kedua atau yang kami sebut simpul kedua.



#Menalifiksi FLP Jerman simpul kedua


1. Kehilangan – Dida Hayaza
2. Seseorang  – Dieni Rachmawati
3. Gadis Toko Asia –  Achmad Lutfi
4. Chandra, Kinanti  – Tyas Mekar Sari
5. Prasangka – Nirmanita Kartikarini
6. Anindhita? – Syarifah Faradiba
7. Kinanti yang Tertukar - Syifa Maisani Lestari