http://s.ndimg.de/image_gallery/new_netdoktor/43/ekg-593_id_87885_353843.jpg |
''Kommt schnell! Ihr müsst euch beeilen, ihr seid ja schon zu spät!'' - ''Ayo cepet.. kalian harus cepet, kalian tuh udah telat!'', sahut seorang Tutor yang saya tidak tahu namanya.
Saya hanya bisa panik sembari berjalan cepat menaiki tangga ke lantai 4 Uni Klinik tempat saya ujian. Dalam hati bingung, seharusnya para tutor sudah tau kalau saya dan Jonas akan telat datang ujian karena kami sebelumnya ada Seminar Ethik.
Sampailah kami di ruangan dokter stase Kardiologi. Dokter yang lain sedang sibuk membahas pasien. Saya dan Jonas hanya terdiam sambil mengamati sekitar.
''Zieht euch euer Kittel an und danach gehen wir direkt zu den Patienten'' - ''Cepat kenakan jas kalian lalu kita pergi ke pasien kita'', kata Mas Tutor itu dengan gaya paniknya.
Saya pun menyahut dengan suara bersalah, ''Sorry.. ich habs nicht dabei.'' - ''Maaf.. saya ga bawa.''
Mas Tutor itu langsung menampakkan wajah bt nya. Dan menggerutu kenapa saya bisa tidak membawa jas dokter. Saya pun membela diri, beralasan bahwa tidak ada informasi sebelumnya. Sampai akhirnya datang mahasiswa Koas berpakaian seragam biru dan mengajak saya langsung ke kamar pasien.
''Alles gut.. tenang aja.'', kata orang itu sambil meminjamkan jas nya kepada saya. Selama perjalanan menuju kamar pasien, saya hanya bisa melantunkan doa dalam hati.
اللهُمَّ لا سَهْلَ إلا مَا جَعَلتَهُ سَهْلا وَ أنتَ تَجْعَلُ
الحزْنَ إذا شِئْتَ سَهْلا
Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali yang Engkau buat mudah. Dan engkau menjadikan kesedihan (kesulitan), jika Engkau kehendaki pasti akan menjadi mudah.
Saya ulangi doa itu terus menerus. Ya iyalah gimana ga panik. Mau ujian lisan depan Oberarzt (dokter spesialis), datang ujian telat, lalu kena semprot tutor lagi. Udah semua lengkap bikin hormon adrenalin dan cortison naik.
Masuk ke ruangan pasien, saya diminta langsung berkenalan dengan pasien tersebut dan melakukan anamnesa. Sebelum memulai, berharap Allah SWT memudahkan lidah saya untuk mengeluarkan bahasa Jerman yang dimengerti sama pasiennya :''
''Hallo Herr Schäfer, Lestari ist mein Name, die Studentin an der Uni.'' - ''Hallo Tuan Schäfer, nama saya Syifa, mahasiswi dari Uni.'', ujar saya membuka percakapan. Ternyata percakapan pun berjalan mengalir begitu saja. Tuan Schäfer sangat ramah, saya kira beliau akan malas bercerita melihat kondisinya yang sangat lemah, berbaring di tempat tidur dengan penuh kabel pada tubuhnya yang terpasang ke monitor. Dari percakapan, saya berharap Tuan Schäfer memberi bocoran pada saya penyakit yang ia miliki. Setidaknya itu memudahkan saya dan menyingkat waktu yang saya butuhkan untuk mendiagnosa EKG nya nanti. Sayangnya harapan hanya harapan, menghilang ke udara bagaikan kepulan asap dari otot yang di-setrum pada saat operasi :D Saya pun meminta izin untuk membuka baju bagian atasnya, agar saya dapat memasang elektroda-elektroda EKG pada bagian dadanya.
Elektroda EKG sudah dipasang, muncul masalah baru. Saya bingung pake alat EKG nya, karena berbeda dari alat EKG yang pernah saya gunakan ketika pratikum di rumah sakit lain. Panik lagi :( , tangan mulai gemetar. Kesal dalam keadaan seperti ini kenapa sulit menenangkan diri. Alhamdulillah, lewat mahasiswa Koas itu Allah memberikan bantuan lagi. Dia membantu menunjukkan cara menggunakan alat tersebut, dan akhirnya alat tersebut mulai membaca aktivitas jantung Tuan Schäfer.
Setelah selesai, seharusnya saya melanjutkan anamnesa dengan Tuan Schäfer. Tapi Mas Tutor yang panik itu menjemput saya dan mengajak langsung ke ruang ujian.
''Syifa maaf, saya hektik sekali. Karena para dokter itu memajukan jam ujian. Kamu dan Jonas yang harusnya telat hanya sebentar. jadi tertinggal banyak. Sejujurnya kamu ga ada waktu lagi buat menilai hasil EKG yang kamu punya. Tapi saya jadikan kamu urutan nomor ujian terakhir. Agar kamu masih punya waktu untuk menilai dan mendiagnosa penyakit dari EKG yang kamu punya.''
Mendengar kalimat itu otak saya terasa berhenti berpikir. ''Yaudah lah.. emang jalannya begini..'' ujar saya dalam hati berusaha menenangkan diri, sambil terus mengulang doa mujarab saya jika sedang ujian. Tidak ada kemudahan kecuali apa yang Engkau jadikan mudah. Sedang yang susah bisa Engkau jadikan mudah.
Saya lalu masuk ke ruangan ujian yang sudah dipenuhi oleh 15 mahasiswa lainnya. Ada yang masih sibuk menilai EKG yang dipunya, mengambil penggaris, mengukur jarak setiap cm yang ada dalam EKG dengan jangka dan sebagainya. Adapula yang sudah duduk santai sambil memainkan hp. Tidak memiliki banyak waktu, saya langsung duduk dan membentangkan kertas EKG yang saya miliki dan mulai mengamati setiap kurva yang tertulis. Saya senyum-senyum sendiri. Hehe.. dapat yang mudah alhamdulillah. Tanpa mengamati dengan jelas, mengukur frekuensi, melihat Lagetyp, dan bentuk dari setiap gelombang dalam kertas tersebut saya sudah bisa menebak dan mendiagnosa penyakitnya.
Ketika Oberarzt, dokter penguji datang, Mas Tutor segera menghampiri saya sambil berkata, ''Keine Sorge, du bist die Letzte.'' - ''Jangan khawatir, kamu terakhir kok''. Saya pun melempar senyum tenang dan berkata, ''Egal.. ich bin sowieso fertig.'' - ''Terserah.. toh saya sudah selesai.''
Sampai giliran saya tiba. Dokter penguji mengambil kursi sebelah saya, dan saya ulangi doa dalam hati agar Allah memudahkan lidah saya mengucapkan bahasa Jerman dengan baik. Kali ini, saya sudah mulai tenang.
''Ja, das ist EKG von Herrn Schäfer.. 87 Jahre Alt. Ein Sinusrhytmus mit der Frequenz 45, also Sinusbradykard. RR-Abstand regelmäßig, die P-Welle sind normwertig. PQ-Zeit ist verbreitet um die 250 ms .............................................................dst........dst....... ja, er hat AV-Block I.Grad und bifaszikulärer Block.'', saya menjelaskan tentang EKG yang saya miliki.
''Super.. Sehr gut! Super eklärt'' - ''Super.. bagus. Penjelasan yang bagus.'' sahut dokter penguji itu dengan singkat sambil pergi menuju ke mahasiswa lainnya.
Saya pun hanya dapat berkata dalam hati, Alhamdulillah Alhamdulillah Alhamdulillah. Memang salah satu kekuatan terbesar seorang muslim adalah Doa. Tidak ada yang dapat menghalangi semua kehendak-Nya. Sepanik dan sesulit apapun ''Ujian'' itu :D Allah SWT pun sangat senang mendengar hamba-Nya yang memohon kepada-Nya. Hari itu, saya pulang dengan perasaan senang..
Gießen, 5 Rabiul Akhir 1438
Menulis-disela-lelah-belajar-persiapan-ujian-esok-